NFT Ridwan Kamil disebutkan sudah laku seharga 1 ETH di OpenSea. Tetapi, di situs serupa ada 1 NFT yang sekilas mirip. Manakah yang asli?
Sabtu (15/1/2021) lalu, Gubernur Jawa Barat, Ridwal Kamil mengumumkan bahwa 1 NFT karyanya sudah laku terjual senilai 1 ETH di Open Sea. NFT yang merepresentasikan sebuah gambar itu dibeli oleh Lanang Cikal Narendra, pengusaha asal Bangka.
“Lukisan self portrait saya ini laku terjual di NFT melalui Open Sea. Hasilnya akan disumbangkan untuk yayasan yang membantu kepada anak-anak yang menjadi yatim piatu karena orang tuanya meninggal oleh pandemi covid di Jawa Barat,” kata Emil di akun Twitter resminya. NFT itu laku terjual 1 ETH setara dengan Rp45,9 juta.
Sayangnya, di cuitan itu Ridwan tidak menyematkan sama sekali alamat URL OpenSea atas NFT yang dimaksud itu. Sehingga publik cukup sulit memverifikasinya. Pasalnya, semua orang bisa membuat akun yang serupa tapi tak sama di OpenSea.
Namun, berdasarkan unggahan video yang disematkan, terdapat laman koleksi di OpenSea, yakni Ridwal_Kamil Collection. Berdasarkan penelusuran Redaksi, laman dengan nama itu memang benar ada, karena serupa seperti di video, termasuk data transaksi penjualan NFT “Pandemic Self Portrait” itu. Anda bisa melihatnya lewat tautan ini.
Di sini kita mengasumsikan, setidaknya untuk saat ini, bahwa video di Twitter itu adalah serupa dan selaras dengan laman di OpenSea itu, karena nama koleksi tidak bisa sama antar akun yang berbeda.
Sedangkan URL address akun Ridwal Kamil adalah: https://opensea.io/Ridwan_Kamil dengan blockchain address: 0xa4f74807528fe84ee22bc5bb4b8784478f360082.
Untuk nama akun tertampil (displayed) menggunakan “Ridwan_Kamil” dengan simbol “underscore (_)” di antara kata “Ridwal” dan “Kamil”. Di sini kita mengasumsikan, untuk sementara ini adalah laman asli OpenSea sang Gubernur, walaupun tidak ada simbol verified.
Pembuktian Celah Replikasi NFT Ridwal Kamil
Dilansir dari Detik.com, Sabtu, (15/1/2021) Ridwan Kamil menilai, NFT ini bisa membantu ekonomi dan menjamin keaslian karya atau konten digital para seniman.
“Memang bisa (diduplikasi) tapi barang itu enggak bisa diperjualbelikan. Karena sekali dia masukan karyanya (ke platform NFT) maka blockchain, teknologi yang bisa men-tracing, akan mengetahui bahwa yang aslinya bukan itu dan ditolak sistem. Sederhananya begitu,” kata Emil.
Namun, ekosistem NFT tidaklah secanggih itu, karena sistem OpenSea tidak secara otomatis menolak file gambar yang sama, sehingga sangat mudah diunggah dan dibuat token yang seolah-olah sama tetapi sesungguhnya berbeda.
Sebagai catatan OpenSea tidak sepenuhnya menyimpan file gambar di IPFS (InterPlanetary File System) yang “cukup” bisa menjamin duplikasi file gambar, berdasarkan nilai binari file itu.
Akibatnya, gambar dari akun Ridwal Kamil yang memang bisa diunduh seperti biasa, bisa diterbitkan juga di OpenSea. Hasilnya adalah ada dua NFT yang sekilas sama, karena gambarnya tampak benar-benar identik, tetapi memiliki identitas token NFT yang berbeda, di akun OpenSea yang berbeda tentu saja.
Kami mendapatkan pembuktikan maha serius ini dari seorang pembaca kami. “NFT bajakan” itu bisa diakses di laman berikut ini, sudah listed dan siap dibeli oleh pihak lain, selain oleh Crazy Rich Lanang Cikal Narendra. Laman itu bernama Ridwan-Kamil Collection, dengan tanda baca dash (-).
Rincian Perbedaan Data Antara 2 NFT Itu
Data ini dapat Anda verifikasi sendiri di masing-masing laman itu di bagian bawah gambar.
1. Pandemic Self Portrait | Ridwan_Kamil Collection [ini diasumsikan asli]
:: Contract Address: https://etherscan.io/address/0x495f947276749ce646f68ac8c248420045cb7b5e
:: Token ID: 74616215515807352222811232927826432802306040634926145763023284903681552547841
:: Token Standard: ERC-1155
:: Blockchain: Ethereum
:: Metadata: Centralized
2. Pandemic Self Portrait | Ridwan-Kamil Collection [ini diasumsikan bajakan/replika]
:: Contract Address: https://polygonscan.com/address/0x2953399124f0cbb46d2cbacd8a89cf0599974963
:: Token ID: 115134684592553036796640391073188984163233936216394549198382181779253967624019
:: Token Standard: ERC-1155
:: Blockchain: Polygon
:: Metadata: Editable
Hal serupa terjadi pada NFT GAP yang baru diterbitkan belum lama ini, termasuk NFT “Proklamasi” di Tokomall.
Apa Itu Sebenarnya NFT dan Mengapa Celah Ini Bisa Ada?
Non-Fungible Token (NFT) adalah token digital berbasis kriptografi yang terekam di blockhain.
Token ini merepresentasikan file digital, mulai dari gambar (JPG, PNG), suara (WAV), video (MP4) dengan identitas dan data unik yang berbeda satu sama lain.
Penanda unik ini ibarat sidik jari, sehingga tidak ada satu token pun yang sama, walaupun file yang direpresentasikannya terlihat sangat serupa.
Karena token itu disimpan di blockchain, maka sifatnya kekal alias permanen selama jaringan dan sistem yang mendukungnya tetap ada.
Token itu pula tidak bisa diduplikasi, kecuali dengan cara khusus, yakni ada entitas tunggal yang menguasai dan mengendalikan 51 persen dari node (simpul) jaringan blockchain itu.
Ingatlah, bahwa blockchain pada prinsipnya adalah sekumpulan komputer yang saling terhubung satu sama lain dalam model peer-to-peer.
Namun demikian, file digital yang direpresentasikan oleh token itu sendiri tidaklah disimpan di blockchain, mengingat kapasitas jaringan blockchain sangat terbatas, tidak diperuntukkan untuk menyimpan file-file berukuran sangat besar.
File digital itu disimpan di jaringan komputer yang berbeda, bisa berupa komputer server biasa ataupun jaringan komputer bersistem IPFS (Interplanetary File System).
Sistem ini juga mengusung peer-to-peer, yang memastikan file selalu tersedia, walaupun beberapa node padam. Setiap kali file digital diunggah ke IPFS, maka sistem secara otomatis menerbitkan nilai hash-nya.
Hash ini bersifat unik, karena ibarat sidik hari yang berbeda untuk setiap file yang di-upload.
Hash ini prinsipnya diasaskan pada time stamping, yakni waktu, hari, tanggal dan jam ketika file digital itu diunggah, termasuk data binari file tersebut. Setiap file punya data binari yang berbeda pula.
Nah, apa yang dilakukan token NFT itu adalah, lewat kode programnya di dalamnya, merujuk kepada nilai hash (sidik jari berdasarkan waktu dan beberapa data tambahkan) file digital itu.
Jika sebuah file gambar diunggah kembali, maka IPFS menilainya invalid, karena sudah terekam sebelumnya, berdasarkan hash-nya.
Namun di sini tetap ada celah, ketika sebuah file diubah, katakanlah 1 pixel saja pada gambar JPG ataupun MP4, maka dana binari itu juga berubah, sehingga memungkinkan gambar yang terlihat identik, bisa dijadikan NFT juga. Dengan kata lain sistem IPFS menilainya valid.
Inilah modus bagi pihak-pihak yang iseng membuat NFT ‘palsu’ atau ‘bajakan’ dan menjualnya kepada pihak lain yang masih sangat awam.
Jadi, jikalau NFT disebut-sebut adalah solusi 100 persen untuk memverifikasi dan menjamin keaslian file digital, sangatlah keliru.
Jadi untuk memastikan NFT mana yang asli, periksa kembali ke sumber awal-nya, yakni akun media sosial si empunya dan cek silang data token ID NFT-nya.
Si pembuat NFT (termasuk Kang Ridwal Kamil) juga wajib menyertakan URL address akun OpenSea ketika mengumumkannya di media sosial, agar publik lebih mudah memverifikasinya.
Pun lagi pihak pengelola OpenSea bisa saja membekukan akun yang dianggap palsu, jika kelak memang terbukti. Hal lain, akun NFT Ridwal Kamil ini perlu terverifikasi sesegera mungkin.