Harga Bitcoin dan ratusan kripto lainnya terus tertekan. Bagi Anda pemula di pasar kripto, termasuk ‘penghuni lama’ yang berhaluan jangka panjang, patut memperhatikan ulasan ini. Apa sebab dan apa yang harus dilakukan?
Harga Bitcoin Tertekan, Death Cross Berpotensi Terjadi
Pada tengah hari ini, Kamis (6/1/2022), harga Bitcoin merosot cepat hingga US$42.400. Itu mengembalikan posisi aset kripto itu nyaris seperti 4 Desember 2021 (US$42.123).
Secara teknikal, gejala koreksi ini sudah dimulai sejak 16 November 2021, ketika menyentuh US$62.787, jauh di bawah all time high, yakni US$69.000 lalu bergerak berada di bawah Moving Average (MA) 50 pada time frame 12 jam.
Itu pun ditegaskan pada time frame yang lebih panjang, yakni harian, ketika luruh lagi di bawah MA 50, di kisaran US$59.430.
Di time frame ini pula, berpotensi terbentuknya death cross, ketika kelak MA50 melintasi ke bawah MA200. Jikalau ini solid, maka penurunan lebih lanjut sulit dibantah.
Berpotensi Meluncur di Bawah US$40 Ribu?
Skenario terburuk juga datang dari hasil ulasan Mark Newton, Direktur Pelaksana Fundstrat Global Advisors, pada Kamis pagi tadi. Ia menyebutkan, bahwa level US$45.655 adalah support level penting untuk Bitcoin.
Namun, batasan ini sudah terlepas, sehingga harga Bitcoin saat ini berada di jalur US$40.000 untuk kali pertama sejak September 2021.
Newton menyematkan analisis teknikal, bahwa kripto besar ini sudah membentuk flag pattern, di mana level saat ini tak mampu lagi mengimbangi tiga level sebelumnya pada time frame 2 jam.
Trader Cenderung Fokus ke Altcoin
Edward Moya, Analis Pasar Senior OANDA, mengatakan, dekorelasi antara altcoin dengan Bitcoin (BTC) bisa memberikan tekanan lebih lanjut terhadap BTC.
Menurutnya penguatan terhadap BTC akan terus berlangsung dalam jangka panjang, tetapi tahun ini adalah masa sulit bagi kripto nomor wahid itu, karena sejumlah trader bisa lebih fokus ke altcoin.
Korelasi Positif dengan Pasar Saham
Pasar kripto sejatinya berkorelasi positif dengan pasar saham, walaupun tidak selalu, tetapi kerap terjadi. Artinya, jikalau pasar saham bergejolak, maka pasar kripto diproyeksikan berlaku hal serupa.
Pasarnya arus modal ke kedua pasar berlainan itu, praktis ditentukan oleh sentimen pasar terhadap kebijakan The Fed soal makro ekonomi.
Korelasi ini terbukti pada hari ini, ketika indeks Nasdaq Composite yang berfokus pada teknologi, yang dikenal dengan korelasi kuatnya dengan Bitcoin, mundur 3,34 persen menjadi ditutup pada 15.100. Saham Nvidia, AMD dan Adobe turun lebih dari 5 persen. Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 juga ditutup di zona merah.
Menurut data dari Bloomberg, pada 3 Desember 2021, koefisien korelasi 100 hari antara Bitcoin dan S&P 500 adalah 0,33, di mana 1 berarti mereka selalu bergerak bersama dan -1 berarti mereka benar-benar berbeda. Nilai 0,33 memang terbilang kecil, tetapi relatif bergerak bersamaan, walaupun tidak selalu, sehingga patut dijadikan patokan analisis.
Kebijakan Tapering dan Kenaikan Suku Bunga Acuan The Fed
Jika acuan umum adalah adanya korelasi positif antara pasar modal di AS dan pasar kripto secara umum, maka jawaban cukup lugasnya ada di sekitar kebijakan tapering dan rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed.
Koreksi cepat hari ini bebeberapa waktu saja, setelah diterbitkannya risalah hasil rapat The Fed pada Desember 2021 lalu. Menurut Bank Sentral itu, rencana percepatan penaikan suku bunga adalah pasti, setidaknya dimulai Maret 2022.
Dua kebijakan ini demi menyelamatkan AS dari inflasi yang menganga, dampak dari kebijakan stimulus ekonomi dan pembelian obligasi ketika pandemi dimulai pada Maret 2020.
Inilah yang bisa membuat nilai indeks dolar AS (DXY) akan semakin menguat dan memberikan peluang biaya impor barang semakin murah. Perhatikan pada gambar di bawah ini, pada time frame mingguan, DXY berpotensi akan terjadinya golden cross.
Pada muaranya penguatan dolar ini dan murahnya biaya impor akan mendorong harga barang dan jasa di dalam negeri AS akan turun, sehingga inflasi bisa ditekan lebih keras. Ini tentu saja untuk mengimbangi pembatasan daya beli oleh konsumen saat ini, termasuk menaikkan nilai imbal hasil obligasi pemerintah.
Lazimnya kebijakan The Fed akan lebih tegas terasa dampaknya pada hitungan rata-rata setelah 1 tahun diterapkan. Ini setidaknya memberikan kita cukup ruang untuk mengulas ulang situasi pasar.
Tinjauan Jangka Panjang
Lahirnya sistem uang elektronik Bitcoin yang dirancang oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008 adalah respons tegas terhadap situasi krisis keuangan saat itu. Itu berpangkal dari abainya The Fed terhadap lemahnya struktur pasar kredit perumahan dan properti kala itu dan lalu menghempaskan pasar modal ke titik nadir seperti krisis tahun 1985.
Akhirnya kita menemui pelemahan dolar itu sebenarnya nyata dan tidak pernah kembali seperti sebelum tahun 1985 itu, apapun resep yang disajikan oleh The Fed.
Bitcoin pada fitrahnya adalah penyeimbang sistem ekonomi sentralistik yang cenderung tidak adil untuk sisi masyarakat kelas bawah, sekaligus lindung nilai terhadap turunnya nilai fiat money.
Bitcoin pun menemukan ruang baru pada Desember 2017, ketika Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk kali pertama menjual produk Bitcoin Berjangka. Lalu pada tahun 2020, perusahaan publik ramai-ramai membeli kripto itu, kemudian disusul masuknya nilai Bitcoin di pasar komoditi itu di pasar modal dalam bentuk ETF (exchange-traded fund).
Pola semakin mainstream-nya aset ini sama seperti emas di masa lampau. Pada tahun 1970-an adalah kali pertama emas masuk pasar berjangka, setelah sebelumnya pemerintah melarang membeli emas dan patokan nilai dolar tak lagi berlandaskan logam mulia itu. Kemudian pada tahun 2003 emas masuk pasar ETF.
Dua tanda mata ini adalah indikator besar untuk penguatan Bitcoin dalam jangka panjang, karena dua pasar itu sejatinya guna meredam volatilitas tinggi aset kripto.
Maka, bagi Anda penghuni lama ataupun penghuni baru di pasar kripto yang punya wawasan jangka yang sangat panjang, tidak perlu cemas berlebihan dengan penurunan cepat dan dinamika baru ini. Demikian pula trader di pasar berjangka bisa memasang posisi short lebih lama, agar cuan lebih terawat.
Kita juga menantikan semakin merasuknya sistem Lightning Network Bitcoin di skala lebih besar, melampaui yang telah diterapkan di El Salvador sejak tahun lalu.
Teknologi Layer 2 itu memungkinkan transaksi dolar AS diselesaikan menggunakan blockchain Bitcoin, yang bisa menekan biaya transaksi antar negara. Ini kisah use case BTC di masa depan, serupa dengan use case blockchain lain yang jauh lebih cepat.
Meminjam hasil teropong masa depan Goldman Sachs. Perusahaan itu memproyeksikan harga BTC bisa mencapai US$100 ribu per BTC pada tahun ini dan mengambil pangsa pasar emas.
Sumber: Blockchainmedia.id